REINTERPRETASI DEMOKRASI DALAM KEPEMIMPINAN TRADISIONAL BUGIS YANG BERKEARIFAN LOKAL MENUJU REVOLUSI MENTAL

Bustan .(1*),

(1) Universitas Negeri Makassar
(*) Corresponding Author



Abstract


Penghargaan terhadap hak asasi manusia dan penegakan hukum yang adil tanpa  pandang bulu harus menjadi patokan dalam menjalankan ketatanegaraan. Pemahaman terhadap kepemimpinan tradisional dengan sistem kerajaan, sering dianggap monarki justru disisi lain di kerajaan-kerajaan Bugis mempunyai unsur demokratis karena adanya pangngaderreng. Untuk itu perlu suatu usaha reinterpretasi dan diberi daya hidup atau revitalisasi untuk mengembalikan fungsi dan peranan lembaga kenegaraan yang relevan dengan kehidupan demokrasi saat ini sesuai dengan nilai-nilai kearifan lokal. Pada tulisan ini menggunakan metode sejarah yakni heuristik (pengumpulan data), kritik (analisa data), interpretasi (menafsirkan data), historiografi (menuliskan data menjadi suatu peristiwa yang utuh). Azas demokrasi dalam hukum dasar penyelenggaraan pemerintahan di kerajaan-kerajaan Bugis didasarkan pada filosofi, bahwa keputusan Datu/Raja dapat dibatalkan oleh ade’ (dewan), keputusan ade’ dapat dibatalkan oleh tokoh masyarakat, dan kemauan tokoh masyarakat dapat dibatalkan oleh rakyat. Jadi keputusan paling tinggi ada pada rakyat. Selain itu, kepemimpinan tradisional dengan sistem kerajaan mempunyai dewan adat yang memiliki fungsi sebagai penyambung lidah bagi rakyat untuk menyampaikan aspirasi ataupun kritik terhadap tindakan raja. Peran raja dan rakyat dalam kepemimpinan demokrasi di kerajaan-kerajaan Bugis saling terkait,  bahwa rakyat berhak melakukan protes terhadap rajanya apabila tidak menjalankan pemerintahan dengan baik.

 

Kata Kunci: Demokrasi, Kepemimpinan Tradisional, Kerajaan Bugis


Full Text:

PDF

Article Metrics

Abstract view : 137 times | PDF view : 252 times

Refbacks

  • There are currently no refbacks.